Senin, 19 Desember 2011

Pemkab Lampura Lamban Tangani DBD

Kotabumi, HL – Perkembangan dan penyebaran penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) di wilayah Lampung Utara (Lampura) sungguh sudah sangat mengkhawatirkan dan semakin menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat setempat, terutama di Kecamatan Kotabumi, Kecamatan Kotabumi Selatan, Kotabumi Utara yang dinyatakan sebagai wilayah endemis DBD. Pasalnya, Korban penyakit yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti pembawa virus dengue ini semakin hari semakin bertambah. Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan setempat hingga 13 Desember 2011 korban DBD mencapai 141 kasus, bahkan empat diantaranya meninggal dunia. Ironinya, perhatian dan keperdulian Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampura dalam menanggulangi penyakit tersebut terkesan sangat lamban dan tidak responsif. Imbasnya, masyarakat pun mulai mempertanyakan kinerja Pemkab setempat dalam penanggulangan penyakit yang disebarkan oleh nyamuk Aedes Aegyti itu.


Johan (40), salah satu orang tua korban DBD, menyesalkan sikap Dinas Kesehatan yang tidak cepat tanggap dalam menganggulangi penyakit DBD. “Sampai saat ini, penderita DBD terus bertambah, dan anehnya sikap Pemerintah Daerah khususnya Dinas Kesehatan sangat lamban bahkan terkesan tutup mata atas penderitaan yang dirasakan masyarakatnya,” ujar dia saat ditemui di RS. Handayani Kotabumi, Minggu (18/12).

Menurut dirinya, Pemberantasan demam berdarah akan dapat diselesaikan jika semua pemangku kepentingan, khususnya para pimpinan daerah memberi prioritas pada penanggulangan Demam Berdarah. Pembangunan kesehatan akan berhasil dan berguna bila Pemerintah Daerah memberikan komitmen yang kuat dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang merupakan tujuan utama otonomi daerah.

“Hanya dengan tekad kuat dari semua pihak yang diawali oleh komitmen Kepala Daerah maka upaya penanggulangan penyakit menular khususnya DBD akan berhasil diatasi,” tegas dia seraya mengatakan seharusnya penanggulangan penyakit Demam Berdarah ini dilakukan secara terencana dan berkesinambungan.

Pemerintah Daerah, lanjut dia, harusnya lebih tanggap dengan kondisi yang terjadi ditengah masyarakat. Jangan hanya sekedar beretorika saja, termasuk dalam melaksanakan program fogging harus secara maksimal dan jangan asal saja. “Saat sudah jatuh korban, Dinas Kesehatan baru melakukan penyemprotan, itu pun tidak maksimal karena penyemprotan sepertinya hanya menggunakan Solar dan tidak ada campuran obatnya. Dan jika tidak terjadi kasus, Dinas Kesehatan hanya berdiam diri dan berpangku tangan saja,” ujar warga Jalan Bukit Pesagi, Kelurahan Tanjung Aman, Kecamatan Kotabumi Selatan ini.

Diceritakan dia, sebelumnya dirinya pernah berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Lampura, dr. Maya Natalia Manan, M.Kes agar melakukan fogging disekitar kediamannya yang hanya berjarak puluhan meter dari Kantor Diskes setempat. Akibat terlambatnya penyemprotan, putra keduanya yang bernama Fadil yang berumur lima tahun harus menjadi korban DBD dan kini harus menjalani perawatan intensif di RS. Handayani Kotabumi.
“Putra saya adalah korban yang keseratus sekian dari korban - korban DBD lainnya se-Lampung Utara. Saya minta kepada Bupati dan Kadis Kesehatan agar Sidak ke Rumah Sakit sehingga bisa melihat secara langsung kondisi korban DBD yang semakin hari terus bertambah dan memperihatinkan. Jika pemerintah tidak tanggap, maka korban akan terus bertambah. Tentunya, hal ini akan membuat masyarakat semakin dihantui rasa ketakutan,” ujar dia seraya menjelaskan seharusnya pemerintah menyiapkan dana khusus untuk pengobatan, karena DBD termasuk penyakit menular dan bisa terjadi setiap saat pada musim hujan,”Dengan demikian masyarakat bisa berobat secara gratis,”jelasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Lampura, dr. Maya Natalia Manan melalui Kabid pengendalian penyakit dan penyehatan Lingkungan (P2PL), Djoko Trimoyo saat dikonfirmasi mengakui kelambanan dan kelalaian pihaknya dalam penanganan DBD diwilayah Lampura. Hal ini disebabkan, karena terkendala anggaran. “Saya akui bahwa  dalam penanganan DBD ini, kami agak lamban termasuk dalam hal Promosi Kesehatan (Promkes). Semua itu terkendala dengan terbatasnya anggaran. Sebab, anggarannya hanya berjumlah Rp. 145.749 Juta,” ungkap dia.

Disamping itu, dirinya juga mengatakan, dalam penanganan DBD, pihaknya harus berdasarkan prosedur yang ada, yakni sebelum melakukan fogging harus ada laporan terlebih dahulu dari masyarakat kemudian akan dilakukan penyelidikan Epidemiologi. Setelah penyelidikan Epidemiologi, baru akan dilakukan fogging diwilayah yang dinyatakan Endemi DBD,” jelasnya  seraya menjelaskan bahwa Penyelidikan epidemiologi adalah kegiatan pencarian penderita / tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular penyakit DBD di rumah penderita/tersangka dan rumah-rumah sekitarnya dalam radius kurang dari 100 meter, serta tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penularan penyakit lebih lanjut.

Sekedar mengingatkan, akibat wabah DBD di Lampung Utara tahun 2011 ratusan warga menjadi korban. Empat warga meninggal dunia masing-masing Putri (3) warga Jalan Garuda, Teti Arzeti (3) warga Jalan Penitis Kelurahan Tanjung Aman.  Kemudian Putri (12) warga Jalan Raden Intan Kelurahan Kota Alam dan Muhammad Firzatullah (2,9) warga Kelurahan Tanjung Harapan. Kempat korban meninggal dunia ini warga Kecamatan Kotabumi Selatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...